LordSuroso
|Subscribers
Latest videos
s
Episode ini mengangkat kisah tragis yang sarat pesan moral dan spiritual tentang pentingnya berbakti kepada orang tua serta konsekuensi dari perilaku durhaka. Cerita berpusat pada seorang anak yang selama hidupnya memperlakukan ibunya dengan buruk, penuh kesombongan, dan tidak menghargai pengorbanan sang ibu. Ia lebih mementingkan istri dan mertua daripada ibu kandungnya sendiri, bahkan sampai mengusir sang ibu dari rumah.
Ketika sang ibu meninggal dunia, proses pemakamannya menjadi penuh kejanggalan. Jenazah yang hendak dimasukkan ke liang lahat terasa sangat berat dan tidak bisa digerakkan, seolah-olah ada kekuatan tak kasat mata yang menahannya. Kejadian ini membuat semua orang yang hadir terkejut dan ketakutan. Mereka mulai menyadari bahwa ada dosa besar yang belum terselesaikan, dan bahwa ini adalah bentuk teguran dari Tuhan.
Sepanjang episode, penonton diajak menyaksikan kilas balik perlakuan sang anak terhadap ibunya—bagaimana ia mengabaikan, menghina, dan menyakiti hati sang ibu demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Penyesalan datang terlambat, dan sang anak harus menghadapi kenyataan bahwa maaf tidak lagi bisa diberikan oleh seorang ibu yang telah tiada.
Episode ini juga menampilkan tokoh-tokoh lain yang turut menjadi saksi dan pelaku dalam konflik keluarga tersebut, termasuk istri yang manipulatif dan mertua yang ikut memperkeruh suasana. Semua karakter digambarkan dengan kuat, memperlihatkan dampak dari ketidakadilan dan ketidakpedulian dalam hubungan keluarga.
"Jenazah Di Ganggu Babi Hutan Saat Akan Di Kubur" adalah Episode 61 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi atas dosa-dosa besar, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengajak penonton bertaubat. Episode ini termasuk dalam batch episode awal-tengah yang menyoroti tema kezaliman terhadap alam atau hewan, di mana pelaku mendapat balasan memalukan saat prosesi pemakaman.
Episode ini mengisahkan seorang pemburu atau petani kejam (tokoh antagonis utama, sering diperankan aktor seperti Henri Hendarto sebagai "Lord Suroso") yang sering membunuh babi hutan secara brutal untuk dijual dagingnya, meski ia tahu itu haram dan menyiksa hewan. Ia juga zalim terhadap warga desa, seperti memaksa mereka membeli daging haram atau merusak hutan untuk keuntungan pribadi, mengabaikan nasihat kyai desa tentang larangan kezaliman terhadap makhluk ciptaan Allah. Hidupnya tampak makmur dari hasil haram, tapi dosa-dosanya menumpuk.
Puncak azab terjadi saat ia meninggal mendadak (mungkin karena serangan jantung di hutan). Saat jenazahnya akan dikubur di pemakaman desa, tiba-tiba segerombolan babi hutan ganas muncul dari semak belukar, menggali dan mengganggu liang lahat, bahkan menggigit dan menyeret kain kafan jenazah di depan mata keluarga dan warga yang syok. Kejadian ini digambarkan sebagai balasan ilahi, dengan efek suara geraman babi dan angin kencang, membuat prosesi pemakaman berantakan. Akhirnya, jenazah berhasil dikubur, tapi kuburannya terus diganggu hingga malam hari, menjadi pelajaran bagi yang hadir.
"Azab Perampok" adalah Episode 27 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Episode ini termasuk dalam batch awal yang sangat populer karena judul sederhana tapi mencekam, serta menjadi template klasik azab di Hidayah: perampok kejam mati tragis dengan tanda-tanda fisik supranatural.
Tokoh utama adalah Darto, diperankan oleh Henri Hendarto alias "Lord Suroso" – perampok bengis yang tak kenal ampun. Ia suka membunuh korbannya, bahkan tak segan menusuk anak kecil demi uang. Korbannya beragam: pedagang kaya, janda miskin, hingga anak yatim – semua jadi sasaran kebrutalannya.
Malam itu, Darto dan anak buahnya merampok rumah mewah. Dengan dingin, ia menusuk tuan rumah hingga mati, merampas emas dan uang, lalu membakar rumah agar tak ada jejak. Ia tertawa puas sambil mengendarai motor kabur ke hutan gelap, yakin lolos dari kejaran polisi dan hukum manusia.
Namun, saat motornya mogok di tengah hutan, azab ilahi datang tiba-tiba. Tangan kanannya – yang biasa memegang pisau – membengkak parah dan bernanah hijau, lalu jatuh dan patah sendiri dengan suara mengerikan. Darto berteriak kesakitan, melihat bayangan korban-korbannya mengejar dari kegelapan. Tubuhnya membusuk hidup-hidup: kulit mengelupas, daging meleleh, bau seperti bangkai menyeruak.
Akhirnya, ia meninggal di pinggir jalan dalam penderitaan luar biasa. Jenazahnya ditemukan warga keesokan harinya. Saat dimandikan, air mandi berubah merah darah, emas curian keluar dari perutnya seolah “dimuntahkan” dari dalam, dan jenazah bergetar sendiri saat dikafani – membuat semua yang hadir ketakutan.
Cerita ditutup dengan narasi tegas:
"Perampok yang zalim akan dibalas di dunia sebelum akhirat. Harta haram tak pernah membawa berkah."
(QS. Al-Isra: 33 – larangan membunuh jiwa yang diharamkan)
"Rentenir Kejam Kena Azab" adalah Episode 67 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Episode ini termasuk dalam batch menengah serial yang sangat populer karena menyoroti dosa riba (rentenir) dengan azab yang dramatis dan mengerikan, sesuai tema utama serial: balasan di dunia atas dosa yang tidak diampuni.
Kisah berpusat pada seorang rentenir kejam (tokoh antagonis utama, biasanya diperankan aktor senior seperti Henri Hendarto atau Lord Suroso) yang meminjamkan uang dengan bunga sangat tinggi (riba jahiliyah). Ia tidak segan menyita harta, rumah, bahkan anak-anak dari peminjam yang gagal bayar. Ia mengabaikan peringatan dari ulama, tetangga, dan bahkan keluarganya sendiri, dengan alasan “ini bisnis”.
Puncak azab terjadi saat ia tiba-tiba lumpuh total, lalu tubuhnya membengkak dan mengeluarkan nanah berbau busuk – tanda azab yang sering muncul di Hidayah sebagai simbol “harta riba membusukkan jiwa dan raga”. Dalam keadaan sekarat, ia melihat bayangan korban-korbannya (termasuk seorang janda miskin yang anaknya mati karena kelaparan akibat sitaan). Akhirnya, ia meninggal dalam kesakitan luar biasa, dan saat dimandikan, air mandi berubah menjadi hitam pekat seperti darah, membuat orang-orang yang memandikannya ketakutan.
"Perbudak Anak Yatim Mati Terhimpit Gerbong Kereta" adalah Episode 101 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi atas dosa-dosa besar, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengajak penonton bertaubat. Episode ini termasuk dalam batch episode tengah yang menyoroti tema kezaliman terhadap anak yatim, di mana pelaku mendapat balasan tragis di akhir cerita.
Episode ini mengisahkan seorang tuan tanah atau majikan kejam (tokoh antagonis utama) yang memperbudak seorang anak yatim piatu miskin. Anak yatim itu dipaksa bekerja keras tanpa upah layak, dianiaya secara fisik dan mental, serta diperlakukan seperti budak di ladang atau pekerjaan berat lainnya. Meski diberi peringatan oleh tetangga atau keluarga, sang tuan tetap keras hati dan mengabaikan hak anak yatim tersebut. Puncak cerita terjadi saat anak yatim itu tewas secara tragis: mati terhimpit gerbong kereta api dalam kecelakaan mengerikan, yang digambarkan sebagai bentuk azab ilahi atas kezaliman sang tuan. Kejadian ini membuat sang tuan jatuh ke dalam penyesalan mendalam, menyadari dosanya setelah melihat roh anak atau tanda-tanda supranatural. Cerita berakhir dengan pelajaran bagi penonton tentang pentingnya melindungi anak yatim.
"Curang Dalam Berdagang Mayat Mengecil Saat Dimandikan" adalah Episode 38 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi bagi pelaku dosa, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengingatkan penonton akan pentingnya kejujuran dan taqwa. Episode ini termasuk dalam batch episode awal yang menyoroti tema kecurangan dalam berbisnis, di mana pelaku akhirnya mendapat balasan di akhir hayat.
Episode ini mengisahkan seorang pedagang curang (tokoh utama antagonis) yang sering kali menipu pembeli dengan menimbang barang dagangannya secara tidak adil, seperti menggunakan timbangan curang atau mengurangi takaran. Kehidupannya tampak makmur berkat kecurangan ini, tapi ia abaikan peringatan dari orang-orang di sekitarnya. Saat ajal menjemput, saat jenazahnya dimandikan menjelang penguburan, terjadi kejadian aneh: mayatnya tiba-tiba mengecil secara misterius, seolah-olah "menyusut" seperti barang dagangannya yang pernah dikurangi. Fenomena ini menjadi tanda azab dari Allah SWT atas dosa kecurangannya, membuat keluarga dan tetangga berhenti sejenak dalam syok, sebelum akhirnya cerita menekankan penyesalan dan pelajaran bagi yang masih hidup.
"Penjahat Dan Anak Kecil" adalah Episode 161 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terdiri dari episode-episode mandiri yang masing-masing menyampaikan pesan moral tentang hidayah (petunjuk) dari Allah SWT, sering kali dengan tema azab bagi pelaku kejahatan dan penyesalan di akhir cerita. Episode ini termasuk dalam daftar episode lanjutan, menonjol karena salah satu kasus langka di mana antagonis utama tidak berakhir tragis tanpa ampunan.
Episode ini menceritakan seorang penjahat (karakter antagonis) yang diperankan oleh aktor Henri Hendarto sebagai "Lord Suroso" – villain legendaris dalam serial Hidayah yang biasanya mati dalam azab mengerikan. Berbeda dari peran-perannya yang kejam seperti meracuni anak tetangga atau memfitnah orang lain, di sini tokoh penjahat ini mengalami pertobatan berkat interaksi dengan anak kecil yang polos dan penuh kasih sayang. Cerita menekankan tema penebusan dosa, di mana kejahatan masa lalu berhadapan dengan kepolosan anak, membawa hidayah dan akhir yang lebih positif – sang penjahat berubah menjadi lebih baik tanpa kematian tragis. Ini menjadi salah satu episode langka di mana karakter Henri Hendarto tidak mati dalam azab, melainkan mendapat kesempatan untuk bertobat sepenuhnya.
"Azab Seorang Centeng Meninggal Dengan Kedua Tangan Bernanah" adalah Episode 132 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi atas dosa-dosa besar, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengajak penonton bertaubat. Episode ini termasuk dalam batch episode tengah yang menyoroti tema kekerasan dan penindasan, di mana pelaku mendapat balasan fisik yang mengerikan di akhir cerita.
Episode ini mengisahkan seorang centeng atau preman bayaran kejam (tokoh antagonis utama, sering diperankan aktor seperti Henri Hendarto atau Hengky Solaiman) yang bekerja untuk orang kaya atau pejabat korup. Ia sering memukul, menganiaya, dan menakuti orang miskin atau yang berhutang, termasuk mematahkan tangan korban tanpa ampun. Meski diberi peringatan oleh keluarga atau tetangga tentang dosa kekerasannya, sang centeng tetap keras hati dan menganggapnya sebagai "pekerjaan". Puncak cerita terjadi saat ia jatuh sakit mendadak: kedua tangannya membengkak dan bernanah parah, penuh dengan bisul beracun yang berbau busuk, hingga ia tidak bisa bergerak. Dalam sekarat, ia mengalami halusinasi korban-korbannya yang memukul balik. Akhirnya, ia meninggal dalam kesakitan hebat, dan saat dimandikan, nanah dari tangannya mengalir deras seperti darah, membuat orang-orang syok dan melihatnya sebagai tanda azab dari Allah SWT.
"Kematian Tragis Jawara Kampung" adalah Episode 55 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi atas dosa-dosa besar, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengajak penonton bertaubat. Episode ini, juga dikenal dengan judul alternatif "Kisah Preman Yang Tragis", menyoroti tema premanisme kampung, di mana "jawara kampung" (juara atau preman lokal) mendapat balasan tragis atas kezalimannya.
Episode ini mengisahkan seorang jawara kampung atau preman desa (tokoh antagonis utama, diperankan oleh aktor legendaris Henri Hendarto sebagai "Lord Suroso") yang sombong dan kejam. Ia sering memeras warga, memukul orang lemah, dan menguasai pasar desa dengan kekerasan, mengabaikan nasihat agama dari kyai atau tetangga. Hidupnya tampak glamor dengan uang haram, tapi dosa-dosanya menumpuk. Puncak cerita terjadi saat ia terlibat konflik mematikan: mati tragis terluka parah dalam perkelahian, mungkin terjatuh dari motor atau ditikam, dengan darah berceceran di jalan kampung. Dalam sekarat, ia mengalami penyesalan mendalam, melihat bayangan korban-korbannya, dan jenazahnya saat dikubur menunjukkan tanda azab seperti bau amis atau tubuh membengkak. Cerita berakhir dengan pelajaran bagi warga desa tentang bahaya kesombongan dan kekerasan.
"Jenazah Pemabuk Di Kebumikan Oleh Berandalan Yang Sedang Mabuk" adalah Episode 45 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Serial ini terkenal dengan episode-episode mandiri yang menyampaikan pesan moral tentang azab ilahi atas dosa-dosa besar seperti mabuk-mabukan, sering kali dengan elemen dramatis dan supranatural untuk mengajak penonton bertaubat. Episode ini menyoroti tema kenakalan remaja dan premanisme yang melibatkan alkohol, di mana pelaku mendapat balasan tragis saat prosesi pemakaman.
Episode ini mengisahkan sekelompok berandalan kampung (preman muda atau anak muda nakal, diperankan oleh aktor seperti Henri Hendarto sebagai "Lord Suroso" – villain legendaris Hidayah) yang sering mabuk-mabukan dan berbuat onar. Mereka merampok, mengganggu warga, dan bahkan menyebabkan kematian seseorang akibat tawuran mabuk. Tokoh utama, seorang pemabuk kronis di antara mereka, akhirnya tewas dalam kecelakaan mabuk (seperti jatuh dari motor atau tawuran mematikan). Saat jenazahnya akan dikuburkan, ironisnya, prosesi pemakaman justru dilakukan oleh rekan-rekan berandalan yang sedang mabuk lagi – mereka datang ke pemakaman sambil mabuk, bernyanyi-nyanyi kasar, dan bahkan menjatuhkan peti mati, menyebabkan jenazah terguling dan terlihat "bangkit" secara supranatural (seperti angin kencang atau penampakan). Kejadian ini menjadi azab ilahi yang mengerikan, membuat yang lain ketakutan dan sadar dosa mereka. Cerita berakhir dengan penyesalan kolektif dan pelajaran bagi masyarakat.
"Gadis Buta Teraniaya" adalah Episode 79 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Episode ini termasuk dalam batch tengah serial yang sangat emosional, menyoroti kezaliman terhadap orang cacat (khususnya tunanetra) dan balasan azab yang tragis bagi pelaku. Berbeda dari banyak episode azab, cerita ini juga menekankan hidayah dan keadilan ilahi bagi korban yang sabar.
Kisah berpusat pada seorang gadis buta bernama Siti (diperankan oleh aktris cilik atau remaja seperti Nia Anggia atau Caca Sherina), yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang tamak. Mereka menganiaya Siti secara kejam: Dipaksa mengemis di pasar sambil pura-pura buta (padahal benar-benar buta). Diberi makan sisa, dikurung di gudang, dan sering dipukuli jika hasil mengemis kurang. Uang hasil mengemis dirampas untuk judi dan belanja mewah.
Siti hanya bisa berdoa dan bersabar, sering mengaji Al-Qur’an dengan suara merdu meski buta. Suatu malam, saat paman memukulinya hingga berdarah, terjadi azab ilahi:
Paman tiba-tiba buta total saat hendak memukul lagi. Rumah mereka terbakar misterius (diduga petir atau angin kencang). Saat paman sekarat, matanya mengeluarkan nanah hitam dan ia menjerit melihat bayangan Siti yang “bercahaya”.
Akhir cerita: Siti diselamatkan dan disembuhkan matanya secara ajaib oleh seorang kyai yang mendengar doanya, sementara keluarga pelaku hancur. Siti hidup bahagia, menjadi pengajar ngaji.
"Kisah Preman Yang Tragis" adalah Episode 55 dari serial FTV rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV pada 11 Juli 2005. Episode ini juga dikenal dengan judul alternatif "Kematian Tragis Jawara Kampung", dan menjadi salah satu episode paling ikonik karena peran legendaris Henri Hendarto sebagai "Lord Suroso" – preman kejam yang selalu mati tragis di serial ini.
Cerita berpusat pada Suro (Henri Hendarto), seorang preman kampung yang dijuluki "Jawara Kampung". Ia menguasai pasar, memalak pedagang, memukuli warga, dan bahkan memeras anak yatim. Suro sombong, sering berkata:
"Di kampung ini, hukumnya cuma satu: hukum Suro!"
Ia mengabaikan nasihat kyai, ibunya, dan bahkan istri yang sudah menangis memohon taubat. Hidupnya penuh uang haram, minuman keras, dan kekerasan.
Puncak azab terjadi saat ia terlibat tawuran besar dengan preman rival. Dalam perkelahian, Suro terjatuh dari motor, kepalanya terbelah di aspal, dan mati seketika dengan darah berceceran. Saat jenazahnya dimandikan, tubuhnya mengeluarkan bau busuk seperti bangkai, dan air mandi berubah hitam pekat. Keluarganya syok, warga takut, dan kuburannya pun tercium bau amis hingga 3 hari.
Di akhir, muncul penampakan Suro menangis di kuburan, memohon ampun – tapi sudah terlambat. Cerita ditutup dengan narasi:
"Sesungguhnya, kezaliman itu akan kembali kepada pelakunya, di dunia atau akhirat." (QS. Al-Isra: 7)
FTV Hidayah: Suami Alim Ternyata Perampok adalah salah satu episode dari serial televisi rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV sejak 2005. Serial ini menyajikan kisah mandiri dengan pesan moral tentang hidayah dari Allah SWT, di mana tokoh yang munafik atau menyembunyikan kejahatan seperti perampokan sering mendapat azab atas kezaliman mereka.
Episode ini menceritakan seorang suami yang berpura-pura alim dan soleh di depan keluarga atau masyarakat, tetapi sebenarnya terlibat dalam perampokan atau kejahatan serupa, yang akhirnya terbongkar dan berujung azab tragis sebagai pelajaran tentang bahaya kemunafikan dan dosa tersembunyi. Kisahnya mirip dengan tema episode lain seperti "Orang Desa Jadi Perampok" atau "Hidayah Suami, Ujian Bagi Istri" di mana suami jahat menyembunyikan profesi haramnya, serta sering melibatkan aktor antagonis seperti Henri Hendarto. Tema utamanya menekankan pentingnya kejujuran dan tauhid, dengan akhir cerita yang mengerikan untuk mengingatkan penonton agar dijauhkan dari perbuatan zalim.
FTV Hidayah Episode 118: Sering Memfitnah, Liang Kubur Mengeluarkan Bau Dan Air Seperti Comberan adalah salah satu episode dari serial televisi rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV sejak 2005. Serial ini menyajikan kisah mandiri dengan pesan moral tentang hidayah dari Allah SWT, di mana tokoh yang sering memfitnah orang lain mendapat azab mengerikan di liang kubur sebagai balasan atas kezaliman mereka.
Episode ini menceritakan seorang tokoh antagonis yang kerap menyebarkan fitnah dan gosip jahat, yang akhirnya meninggal dan kuburnya mengeluarkan bau busuk serta air kotor seperti comberan, menandakan siksa kubur akibat dosa lidah. Kisahnya mirip dengan episode lain seperti "Azab Memfitnah Orang Saleh" atau "Fitnah Berujung Bencana Kubur", di mana Henri Hendarto sering memerankan peran penjahat yang tragis. Tema utamanya menekankan bahaya ghibah dan fitnah, serta pentingnya menjaga lisan untuk menghindari azab akhirat. serial Hidayah untuk memperkuat dampak emosional dan spiritual, diakhiri dengan pesan moral agar penonton menghindari perbuatan dosa.
FTV Hidayah: Suami Istri Musrik adalah salah satu episode dari serial televisi rohani Islam Hidayah, produksi MD Entertainment yang tayang perdana di Trans TV sejak 2005. Serial ini menyajikan kisah mandiri dengan pesan moral tentang hidayah dari Allah SWT, di mana tokoh-tokoh yang melakukan kemusyrikan (syirik) sering mendapat azab atas perbuatan mereka, seperti yang tergambar dalam episode ini.
Episode ini menceritakan sepasang suami istri yang terlibat dalam perbuatan musyrik, yang mengakibatkan azab supernatural atas kezaliman dan penyembahan selain Allah, mirip dengan tema episode lain seperti "Akibat Musyrik Jenazah Terpental dari Kubur". Tokoh antagonis sering diperankan oleh aktor Henri Hendarto, yang dikenal sebagai spesialis peran jahat dalam serial ini. Kisahnya menekankan bahaya syirik dan pentingnya tauhid, dengan akhir cerita yang tragis sebagai pelajaran moral.
